KELANJUTAN AKSI
BUBARKAN DPR
Berdasarkan laporan media terkini, tuntutan untuk membubarkan DPR yang
mengemuka dalam demonstrasi 30 Agustus 2025 dan hari-hari sebelumnya, menghadapi
tantangan besar dari sisi konstitusi dan hukum.
Berikut adalah rangkuman dari berita dan
analisis yang ada:
1. Desakan dan
Kelanjutan Aksi
·
Aksi
Solidaritas Nasional: Demonstrasi pada 30
Agustus 2025 merupakan puncak dari serangkaian unjuk rasa yang dimulai sejak 25
Agustus. Aksi ini tidak hanya berpusat di Jakarta, tetapi juga meluas ke
berbagai kota besar lain seperti Surabaya, Makassar, dan Padang. Tuntutan
utama, yang awalnya soal gaji dan tunjangan anggota DPR, berkembang menjadi
seruan untuk reformasi total terhadap lembaga legislatif.
·
Tuntutan
Berlanjut: Aksi demonstrasi
diperkirakan akan terus berlanjut. Serikat buruh dan mahasiswa mengancam akan
kembali turun ke jalan jika tuntutan mereka, termasuk soal reformasi kepolisian
dan keadilan bagi korban kekerasan aparat, tidak dipenuhi.
2. Tantangan Hukum dan
Konstitusi
·
Tidak
Ada Dasar Hukum: Para ahli hukum tata
negara, seperti Mahfud MD, menegaskan bahwa pembubaran DPR tidak memiliki dasar
hukum dalam sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini. Dalam sistem
presidensial, DPR dan Presiden memiliki kedudukan yang setara dan saling
mengawasi. Presiden tidak memiliki wewenang untuk membubarkan DPR.
·
Risiko
Demokrasi: Pembubaran DPR
dianggap sebagai langkah yang sangat berisiko dan bisa mengancam fondasi demokrasi.
Lembaga ini, meski dikritik, merupakan representasi suara rakyat. Jika
dibubarkan secara inkonstitusional, akan terjadi kekosongan kekuasaan
legislatif yang bisa memicu kekacauan politik.
3. Respons Pemerintah
dan DPR
·
Pernyataan
Presiden: Presiden Prabowo
Subianto menanggapi situasi ini dengan mengendus adanya upaya makar di balik
demonstrasi. Ia memerintahkan aparat TNI dan Kepolisian untuk menindak tegas
tindakan anarkis, penjarahan, dan perusakan fasilitas umum.
·
Reaksi
Internal DPR: Di internal DPR,
beberapa anggota, seperti Ahmad Sahroni dari Fraksi NasDem, telah diganti dari
posisi pimpinan komisi sebagai respons atas pernyataan kontroversial yang
memicu kemarahan publik. Hal ini dianggap sebagai upaya untuk meredam amarah
masyarakat.
·
Sikap
Fraksi dan Partai Politik:
Fraksi-fraksi dan partai politik di DPR belum menunjukkan sinyal akan merespons
tuntutan pembubaran secara serius. Sebaliknya, mereka menekankan pentingnya
menjaga stabilitas politik dan memproses masalah melalui mekanisme yang sudah
ada.
Secara keseluruhan, meskipun desakan untuk
membubarkan DPR sangat masif, realitas politik dan konstitusi Indonesia membuat
tuntutan tersebut hampir mustahil untuk diwujudkan dalam waktu dekat. Fokus
selanjutnya diperkirakan akan bergeser pada tuntutan reformasi internal DPR dan
penegakan hukum terhadap kasus kekerasan aparat yang terjadi selama
demonstrasi.
memang harus segera dilanjutkan
BalasHapusbubarkan Dpr , harga mati
BalasHapusbubarkan saja gak ada manfaatnya
BalasHapusbubarkan sajaaaa
BalasHapuslanjutkaaannn dan pantau terus jika menyeleweng
BalasHapusbubarkaannnnnn
BalasHapusbubarkan dan kembalikan semuanya kepada rakyatt
BalasHapusbubar...bubarrr.........bubaarrrrr
BalasHapus