Mengapa Kamboja menjadi sorotan utama dalam kasus TPPO, khususnya terkait dengan penjualan organ, yang sempat viral.
Mengapa Kamboja Menjadi Pusat TPPO dan Perdagangan Organ?
Kamboja telah lama menjadi tujuan utama bagi sindikat kejahatan terorganisir untuk melakukan berbagai kegiatan ilegal, termasuk TPPO dan perdagangan organ. Ada beberapa faktor utama yang menjadikan negara ini sasaran empuk bagi para pelaku:
Lemahnya Penegakan Hukum dan Korupsi: Laporan-laporan dari berbagai organisasi, termasuk Indeks Kejahatan Terorganisir, sering menyoroti lemahnya penegakan hukum di Kamboja. Tingkat korupsi yang tinggi di berbagai tingkatan, dari pejabat hingga aparat, mempermudah sindikat untuk beroperasi tanpa hambatan. Para pelaku dapat menyuap petugas untuk melancarkan proses pengiriman korban atau mengamankan tempat operasi ilegal.
Kesenjangan Ekonomi dan Kemiskinan: Kamboja masih berjuang dengan masalah kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Hal ini menciptakan populasi yang rentan dan mudah dieksploitasi, baik warga lokal maupun orang asing. Kebutuhan finansial yang mendesak membuat mereka rela menerima tawaran berisiko tinggi, seperti menjual organ tubuh.
Keterbatasan Regulasi Medis: Meskipun ada undang-undang di tingkat regional dan internasional yang melarang perdagangan organ, implementasinya di Kamboja masih lemah. Kurangnya pengawasan terhadap fasilitas medis, terutama rumah sakit swasta dan klinik ilegal, memberikan celah bagi sindikat untuk melakukan operasi transplantasi ilegal dengan aman.
Detail Kasus yang Viral
Kasus yang paling banyak diberitakan dan viral di Indonesia terjadi pada pertengahan tahun 2023, ketika Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membongkar sindikat TPPO yang menjual ginjal WNI ke Kamboja. Berikut poin-poin penting dari kasus tersebut:
Jumlah Korban dan Motif: Sebanyak 122 WNI menjadi korban sindikat ini. Mereka direkrut dengan iming-iming uang hingga Rp 135 juta per ginjal. Mayoritas korban terjerat karena terdesak masalah ekonomi dan kesulitan mencari pekerjaan pascapandemi COVID-19.
Modus Operandi Terorganisir: Sindikat ini memiliki jaringan yang terstruktur. Mereka merekrut korban melalui media sosial, menampung mereka di rumah-rumah penampungan di Bekasi, lalu menerbangkan mereka ke Kamboja. Di sana, operasi pengambilan ginjal dilakukan di Rumah Sakit Preah Ket Mealea, yang merupakan rumah sakit pemerintah di Kamboja.
Keterlibatan Oknum dan Jaringan Internasional: Penyelidikan mengungkap bahwa sindikat ini tidak hanya melibatkan warga sipil, tetapi juga dua oknum aparat, yaitu seorang anggota polisi dan seorang petugas imigrasi. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan TPPO ini sangat rapi dan mendapat perlindungan dari pihak-pihak yang seharusnya mencegah kejahatan.
Dampak dan Keterpurukan Korban: Setelah organ mereka diambil, para korban dipulangkan ke Indonesia dalam kondisi fisik yang lemah, dengan luka bekas operasi yang belum sembuh. Mereka juga menderita trauma psikologis. Pihak kepolisian dan lembaga perlindungan korban berupaya memberikan bantuan medis dan pendampingan.
Kesimpulan
Kamboja menjadi pusat TPPO dan perdagangan organ karena kombinasi dari faktor ekonomi, kelemahan hukum, dan korupsi. Kasus viral pada tahun 2023 menjadi bukti nyata bahwa sindikat ini beroperasi secara profesional dan terorganisir.
0 comments:
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KOMENTARNYA