Asal muasal Istana Pagaruyung berdasarkan data dari para ahli sejarah dan budaya.
Asal Usul Historis Kerajaan Pagaruyung
Istana Pagaruyung, atau yang lebih dikenal sebagai Istano Basa Pagaruyuang, adalah replika dari istana asli Kerajaan Pagaruyung. Istana ini bukan sekadar bangunan fisik, tetapi juga simbol dari peradaban dan pusat pemerintahan Kerajaan Minangkabau yang pernah berkuasa di wilayah Sumatera Barat.
Pendiri dan Awal Mula: Para sejarawan umumnya sepakat bahwa Kerajaan Pagaruyung didirikan oleh Adityawarman pada abad ke-14. Adityawarman adalah seorang tokoh penting yang sebelumnya merupakan raja bawahan Majapahit. Ia memiliki peran besar dalam menaklukkan beberapa wilayah di Nusantara. Berdasarkan Prasasti Amoghapasa, Adityawarman memproklamasikan dirinya sebagai raja di Malayapura pada tahun 1347. Kerajaan ini pada awalnya beragama Buddha, sebelum kemudian beralih ke agama Islam pada abad ke-16 di bawah kepemimpinan Sultan Alif.
Sistem Pemerintahan: Kerajaan Pagaruyung menerapkan sistem kekuasaan yang unik, yang dikenal dengan Rajo Tigo Selo (Tiga Raja yang Duduk Bersila). Sistem ini terdiri dari:
Raja Alam (berkedudukan di Pagaruyung)
Raja Adat (berkedudukan di Buo)
Raja Ibadat (berkedudukan di Sumpur Kudus)
Ketiga raja ini memiliki peran yang berbeda namun saling melengkapi dalam menjalankan pemerintahan, adat, dan keagamaan.
Perjalanan Istana dari Masa ke Masa
Istana yang kita lihat sekarang bukanlah bangunan asli, melainkan replika yang telah dibangun ulang berkali-kali. Istana asli yang terbuat dari kayu, dulunya berdiri di atas Bukit Batu Patah, namun mengalami serangkaian kehancuran:
Kebakaran pertama (1804): Istana asli hancur total akibat kerusuhan saat Perang Padri.
Kehancuran kedua (1837): Istana yang dibangun kembali dihancurkan oleh Belanda.
Kebakaran ketiga (1966): Replika istana yang dibangun kembali pasca-kemerdekaan hancur terbakar.
Pembangunan kembali (1976): Pemerintah Sumatera Barat memulai pembangunan replika Istana Pagaruyung sebagai simbol kebangkitan budaya Minangkabau setelah peristiwa PRRI/Permesta. Pembangunan ini selesai pada tahun 1985.
Kebakaran terakhir (2007): Istana kembali hangus terbakar akibat sambaran petir. Bangunan yang saat ini berdiri adalah hasil rekonstruksi setelah kebakaran ini, yang selesai pada tahun 2013.
Nilai Budaya dan Arsitektur
Meskipun merupakan replika, Istano Basa Pagaruyuang dibangun dengan tetap mempertahankan arsitektur tradisional Rumah Gadang dan nilai-nilai budaya Minangkabau.
Arsitektur Unik: Bangunan istana ini memiliki atap "gonjong" yang ikonik menyerupai tanduk kerbau, struktur tiga lantai, dan hiasan ukiran-ukiran kaya makna yang mendominasi dindingnya. Ukiran ini mencerminkan filosofi "Alam Takambang Jadi Guru" (Alam Terkembang Jadi Guru), yang menunjukkan bagaimana orang Minangkabau belajar dari alam.
Simbol Matrilineal: Sebagai pusat kebudayaan Minangkabau, istana ini juga mencerminkan sistem matrilineal yang dianut masyarakatnya, di mana Bundo Kanduang (gelar untuk ratu) memiliki peran sentral dalam tatanan sosial.
Jadi, secara singkat, Istana Pagaruyung yang kita kenal sekarang adalah sebuah bangunan replika yang memiliki peran penting sebagai museum dan pusat budaya. Pembangunan ulangnya adalah upaya untuk melestarikan dan menghidupkan kembali warisan sejarah dan identitas Minangkabau setelah serangkaian kehancuran.
0 comments:
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KOMENTARNYA