Untuk kasus antara TNI dan Ferry Irwandi, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memberikan tanggapan secara spesifik terhadap kasus ini. Namun, putusan MK yang relevan menjadi dasar bagi penegasan pihak kepolisian.
Putusan yang menjadi acuan adalah Putusan MK Nomor 105/PUU-XXII/2024. Dalam putusan tersebut, MK menegaskan bahwa delik pencemaran nama baik hanya bisa dilaporkan oleh individu, bukan institusi atau lembaga.
Oleh karena itu, ketika pihak TNI berkonsultasi dengan Polda Metro Jaya mengenai rencana pelaporan terhadap Ferry Irwandi, kepolisian merujuk pada putusan MK ini. Ini adalah alasan mengapa pihak kepolisian menyatakan bahwa TNI sebagai institusi tidak memiliki legal standing atau hak untuk melaporkan kasus pencemaran nama baik.
Tanggapan Menko Yusril Ihza Mahendra
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Polhukam) Yusril Ihza Mahendra memberikan tanggapan yang cukup tegas dan diplomatis terkait perselisihan antara TNI dan Ferry Irwandi.
Menurut berita-berita terbaru, Yusril menyarankan agar pihak TNI membuka ruang dialog dengan Ferry Irwandi. Ia menekankan bahwa hukum pidana harus menjadi jalan terakhir yang ditempuh jika upaya komunikasi dan mediasi tidak menemukan solusi.
Yusril juga setuju dengan sikap kepolisian. Ia menyatakan bahwa TNI sebagai institusi tidak dapat melaporkan kasus pencemaran nama baik. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatasi pelaporan delik pencemaran nama baik hanya untuk individu.
Secara keseluruhan, tanggapan Yusril mencerminkan posisinya sebagai penegak hukum yang mengedepankan dialog dan mediasi, sembari tetap berpegang pada aturan hukum yang berlaku. Ia mengimbau agar kedua belah pihak menyelesaikan masalah ini secara bijak, tanpa harus langsung menempuh jalur hukum yang berpotensi memperkeruh suasana.
0 comments:
Posting Komentar
TERIMA KASIH ATAS KOMENTARNYA